bersamapontianak.com, 1 Agustus 2025 – Dalam operasi terpadu penertiban narkoba, Sat Narkoba Polresta Pontianak turut membongkar kasus serius berkenaan dengan perdagangan sisik trenggiling, salah satu satwa dilindungi yang marak diperjualbelikan secara ilegal di wilayah Kalimantan Barat.

Pertama-tama, operasi Sat Narkoba Polresta Pontianak yang digelar pada akhir Juli 2025 berhasil mengungkap empat lokasi kejahatan narkoba yang berbeda. Barang bukti sabu seberat 36,17 gram disita dari enam tersangka dalam empat kasus berbeda. Pemusnahan barang bukti dilakukan di kantor Sat Narkoba dengan disaksikan perwakilan BNN dan Kejaksaan Negeri Pontianak.

Namun demikian, selama penyelidikan berlangsung, polisi menyadari adanya keterkaitan antara narkoba dan jaringan perdagangan satwa liar, khususnya sisik trenggiling yang memperkaya konteks kasus menjadi lebih besar.

Dalam sidang kasus perdagangan sisik trenggiling di Pengadilan Negeri Sanggau pada pertengahan Juli 2025, terungkap bahwa pelaku menggunakan istilah samar seperti “keripik” dan “kerupuk” untuk menyamarkan transaksi sisik. Ahli digital forensik berhasil mengekstrak rekam jejak WhatsApp: foto, daftar kontak, dan percakapan yang diseka, memberikan petunjuk penting keterlibatan jaringan dari Kalbar dan sekitarnya.

Sidang tersebut juga memperkuat dugaan bahwa aktivitas tersebut telah berlangsung lama dan melibatkan beberapa pihak yang tidak hanya menyimpan tetapi juga berencana menjual sisik kepada pembeli lokal maupun internasional.

Sebelumnya, berdasarkan pengungkapan luas oleh KLHK dan Polda Kalbar pada tahun-tahun sebelumnya, sebanyak 417 kg sisik trenggiling berhasil disita dari jaringan antara Kalimantan Barat dan Selatan. Jumlah ini setara dengan pembunuhan ribuan ekor trenggiling, mengakibatkan kerugian ekologis dan ekonomi hingga ratusan miliar rupiah.

Dengan demikian, kasus yang kini ditangani Polresta Pontianak bukan hanya soal narkoba, melainkan juga bagian dari perang besar terhadap kejahatan terhadap satwa liar.

Para pelaku perdagangan sisik trenggiling kini menghadapi dakwaan sesuai Undang‑Undang Kehutanan No. 5/1990, yakni Pasal 21 ayat (2) huruf d jo. Pasal 40 ayat (2). Hukumannya bisa mencapai lima tahun penjara dan denda hingga Rp 3,5 miliar. Dalam kasus lain, ditemukan bahkan keterlibatan oknum aparat negara, sehingga dianggap sebagai pelanggaran yang sangat serius.

Secara keseluruhan, penemuan perdagangan sisik trenggiling dalam operasi Sat Narkoba Polresta Pontianak menunjukkan perlunya sinergi antara kepolisian, BNN, KLHK, BKSDA, serta lembaga forensik digital. Karenanya, keberhasilan awal ini menjadi momentum penting untuk memperkuat langkah pemberantasan narkoba sekaligus kejahatan satwa liar yang semakin masif.

Sebagai penutup, masyarakat diimbau untuk aktif melaporkan kecurigaan peredaran sisik atau satwa dilindungi, sementara aparat diharapkan terus meningkatkan intelejen lapangan dan kerja sama lintas sektor demi mencegah eksploitasi lingkungan secara lebih luas.

 

Baca berita dan informasi lainnya hanya di bersamapontianak.com